Yang Terhormat Hormat
Bupati Kepulauan Sula,
di –
Tempat.
Dengan hormat,
Izinkan saya sebagai warga Kepulauan Sula yang mencintai negeri ini, menyampaikan suara hati dan kegelisahan yang belakangan ramai diperbincangkan lewat media online dan telah dikonsumsi oleh masyarakat bawah, tentang seluruh kepala desa diboyong bimtek di jakarta dan studi banding ke luar negeri. Ada beberapa pertanyaan sederhana, apa urgensinya bimbingan teknis (bimtek) kepala desa harus dilaksanakan di Jakarta, dan studi banding ke luar negeri? Bukankah pembinaan dan peningkatan kapasitas kepala desa bisa dilakukan di dalam daerah, dengan efisiensi anggaran yang lebih bijak?
Kami melihat tren aneh: para kepala desa diboyong ke Jakarta untuk bimtek, lalu sebagian mengikuti program studi banding ke luar negeri—kadang ke negara yang tak ada relevansinya dengan konteks desa kita. Apakah kepala desa kita kini difungsikan sebagai diplomat? Atau hanya sekadar pelancong yang menikmati program “wisata belajar” tanpa hasil yang nyata bagi rakyat di desa?
Lebih mengkhawatirkan, bila pembiayaan kegiatan ini dibebankan pada Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Artinya, anggaran yang seharusnya diperuntukkan bagi program pembangunan di desa, justru habis untuk tiket pesawat, hotel mewah, dan makan malam di kota-kota besar bahkan negara asing.
Ibu Bupati yang saya hormati,
Apakah ini model pembangunan kabupaten kepulauan Sula yang tertuang dalam visi Bahagia Jilid II ?. Saat jalan-jalan di desa masih becek, sebagian besar jembatan penyebrangan antar desa belum dibangun, ekonomi di desa stagnan, harga sembako naik drastis dan harga jual produk pertanian turun, justru pemimpinnya berlayar ke negeri orang?
Saya tidak anti peningkatan kapasitas. Tapi tolong, berikan kami alasan logis, transparansi manfaat, dan akuntabilitas kegiatan-kegiatan seperti ini. Apa hasil yang dibawa pulang kepala desa setelah bimtek atau studi banding? Apa dampaknya bagi masyarakat desa setelah kepala desanya kembali dari luar negeri?
Kami khawatir, jika ini terus terjadi, publik akan kehilangan kepercayaan pada pemerintah desa maupun kabupaten. Kami juga khawatir, kegiatan ini akan menjadi contoh buruk bagi generasi muda, bahwa jabatan bisa dimanfaatkan untuk kesenangan pribadi dengan berlindung atas nama program.
Ibu Bupati,
Surat terbuka ini bukan untuk menghakimi. Tapi sebagai alarm nurani. Bahwa mungkin, kita perlu duduk bersama, mengevaluasi kembali skema pembinaan kepala desa agar tidak berubah menjadi proyek pelesiran yang menyakiti rasa keadilan rakyat.
Kami ingin desa yang maju, tapi bukan desa yang diperah demi wisata elite birokrat lokal. Kami ingin pemimpin desa yang membangun, bukan yang sibuk mengumpulkan cap paspor.
Sekian dan terima kasih atas perhatian dan tanggapannya.
Sanana, 17 Juni 2025
Hormat saya,
Mohtar Umasugi
Warga Kabupaten Kepulauan Sula.